Masyarakat Aceh menggelar doa
bagi korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami yang melanda
sebagian wilayah Aceh sembilan tahun silam, Kamis (26/12) ini.
Keluarga-keluarga korban mendatangi kuburan massal di sejumlah tempat di Banda Aceh, sementara lainnya menggelar doa di masjid atau musala.
"Saya baru saja pulang dari masjid, setelah tadi ikut membaca Surat Yasin," kata Imron Abdullah, yang berusia 53 tahun, warga Lampeuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Kamis (26/12), kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon.
Salah satu kuburan massal korban tsunami yang banyak didatangi keluarga korban adalah yang terletak di kawasan Lambaro Sukon, Kabupaten Aceh Besar.
Wartawan senior di Kota Banda Aceh, Uzair, mengatakan, sebagian warga Aceh yang menggelar doa di kuburan massal, tidak begitu yakin bahwa anggota keluarganya dikubur di tempat tersebut.
"Jadi ini simbolis saja," kata Uzair, yang juga pimpinan stasiun televisi Antero di Banda Aceh.
Di beberapa sudut Kota Banda Aceh, menurut Uzair, warga juga memasang bendera setengah tiang sebagai simbol berduka atas tragedi tsunami yang menyebabkan sekitar 200.000 orang meninggal dunia.
"Itu juga bagian dari tanda berduka yang dilakukan masyarakat secara spontan," kata Uzair.
Keluarga-keluarga korban mendatangi kuburan massal di sejumlah tempat di Banda Aceh, sementara lainnya menggelar doa di masjid atau musala.
"Saya baru saja pulang dari masjid, setelah tadi ikut membaca Surat Yasin," kata Imron Abdullah, yang berusia 53 tahun, warga Lampeuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Kamis (26/12), kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon.
Salah satu kuburan massal korban tsunami yang banyak didatangi keluarga korban adalah yang terletak di kawasan Lambaro Sukon, Kabupaten Aceh Besar.
Wartawan senior di Kota Banda Aceh, Uzair, mengatakan, sebagian warga Aceh yang menggelar doa di kuburan massal, tidak begitu yakin bahwa anggota keluarganya dikubur di tempat tersebut.
"Jadi ini simbolis saja," kata Uzair, yang juga pimpinan stasiun televisi Antero di Banda Aceh.
Di beberapa sudut Kota Banda Aceh, menurut Uzair, warga juga memasang bendera setengah tiang sebagai simbol berduka atas tragedi tsunami yang menyebabkan sekitar 200.000 orang meninggal dunia.
"Itu juga bagian dari tanda berduka yang dilakukan masyarakat secara spontan," kata Uzair.
'Tetap hidup'
Sementara seorang warga Kota Langsa yang terletak sekitar 400km dari Banda Aceh, Mohammad Yaman al-Safar, juga mengaku ikut berdoa di sebuah masjid di kota itu.
Warga Aceh menggelar doa untuk korban di bekas lokasi gempa.
"Kami tadi menggelar shalawat Nabi dan doa untuk para korban," kata Yaman, yang saat gempa dan tsunami meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh masih berstatus mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Tetapi Uzair juga mengamati peringatan sembilan tahun tsunami Aceh kali ini berbeda dibanding peringatan-peringatan sebelumnya.
"Memang masih ada air mata, tetapi warga Aceh sudah jauh bangkit.
Keluarga korban berdoa dan menabur bunga di kuburan massal.
"Dan persepsi warga luar Aceh terhadap Aceh, sudah berubah. Kalau dulu melihat Aceh, identik dengan tsunami dan konflik, kalau sekarang ingat kuliner, seperti kopi Aceh," kata Uzair.
Ade Zahara Marwan, warga Aceh yang kini tinggal di Iran, mengatakan dari 66 orang keluarganya kini tersisa 20an jiwa setelah tsunami.
Meski sedih Ade mengatakan kenangannya tak berubah tentang sanak kerabatnya yang telah tiada, terutama ibunya.
"Dia tetap hidup dalam jiwa saya. Senyumnya, nasehatnya dan semangat bekerjanya."
Sementara seorang warga Kota Langsa yang terletak sekitar 400km dari Banda Aceh, Mohammad Yaman al-Safar, juga mengaku ikut berdoa di sebuah masjid di kota itu.
Warga Aceh menggelar doa untuk korban di bekas lokasi gempa.
"Kami tadi menggelar shalawat Nabi dan doa untuk para korban," kata Yaman, yang saat gempa dan tsunami meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh masih berstatus mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Tetapi Uzair juga mengamati peringatan sembilan tahun tsunami Aceh kali ini berbeda dibanding peringatan-peringatan sebelumnya.
"Memang masih ada air mata, tetapi warga Aceh sudah jauh bangkit.
Keluarga korban berdoa dan menabur bunga di kuburan massal.
"Dan persepsi warga luar Aceh terhadap Aceh, sudah berubah. Kalau dulu melihat Aceh, identik dengan tsunami dan konflik, kalau sekarang ingat kuliner, seperti kopi Aceh," kata Uzair.
Ade Zahara Marwan, warga Aceh yang kini tinggal di Iran, mengatakan dari 66 orang keluarganya kini tersisa 20an jiwa setelah tsunami.
Meski sedih Ade mengatakan kenangannya tak berubah tentang sanak kerabatnya yang telah tiada, terutama ibunya.
"Dia tetap hidup dalam jiwa saya. Senyumnya, nasehatnya dan semangat bekerjanya."
0 komentar:
Posting Komentar