LIMA, Peru (19 Desember 2013) — Bersama dengan upaya negara-negara menyuntikkan insentifmemperlambat laju degradasi hutan tropis, sebuah
pertanyaan besar, tak terjawab muncul: Apa sebenarnya hutan terdegradasi
itu?
Program yang menyediakan insentif, seperti REDD+ (Reduksi
Emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan), sebuah inisiatif dukungan
PBB, menghadapi kendala tidak akuratnya pengukuran deforestasi dan degradasi.
Sebuah kriteria baru bisa membantu mengatasi masalah itu. “Kesulitannya
adalah sebagian orang menyangka sebuah hutan terdegradasi tidak
terdegradasi dibanding yang lain,” papar Manuel Guariguata, ilmuwan
utama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
“Terdapat
ratusan definisi hutan terdegradasi, tetapi mereka tidak menjernihkan
mana batasan untuk definisi terdegradasi dan mana yang tidak.”
Guariguata dan mitranya ingin mengatasi masalah ini dengan sekelompok lima kriteria panduan yang bisa digunakan pengelola hutan dan perencana penggunaan lahan untuk mengevaluasi kondisi hutan dan menentukan apakah pemanfaatan sumber daya dilakukan secara lestari.
Kriteria
tersebut: produksi barang dan jasa hutan jangka panjang; keragaman
hayati; gangguan tidak biasa seperti kebakaran atau spesies invasif;
simpanan karbon; dan kemampuan hutan untuk melindungi tanah. Kriteria
ini dapat diberikan bobot berbeda tergantung tujuan pengelolaan hutan.
Para
peneliti menggambarkan kriteria tersebut dan bagaimana mengukurnya
dalam makalah, “Kerangka Operasional untuk Mendefinisikan dan Memantau
Degradasi Hutan (An Operational Framework for Defining and Monitoring Forest Degradation)”, diterbitkan dalam jurnal “Ekologi dan Masyarakat.”
“Kami
tidak menciptakan definisi khusus degradasi, tetapi kerja kami
menyediakan panduan tentang bagaimana perencana lahan dan pengelola
dapat menerapkan dimensi berbeda degradasi dalam pekerjaan mereka
masing-masing,” kata Guariguata.
Pengelola hutan dapat menentukan
kriteria paling penting dalam situasi mereka, katanya. Dalam banyak
kasus, mereka kemudian bisa menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh, seperti citra satelit, utnuk terus memantau kondisi hutan.
MENUJU SEBUAH DEFINISI
Kemitraan Kolaboratif Hutan
memberi sebuah definisi terkait degradasi terhadap kehilangan barang
dan jasa ekosistem. Bagaimanapun, definisi itu masih membutuhkan jalan
untuk membuatnya operasional bagi pengelola lahan. Lima panduan baru
mencoba menjawab ini.
Karena hutan menyimpan karbon dan menjadi
sumber kayu dan produk lain-lain seperti bahan bakar, buah dan kacang,
kriteria pertama mengukur degradasi adalah dengan mengukur berapa baik
mereka menyediakan produk dan jasa ini, kata para peneliti.
Kemampuan
hutan untuk memproduksi kayu dan kayu bakar ditentukan oleh
“berkembangnya stok” – volume semua pohon pada tinggi dan diameter
tertentu. Tanda degradasi dapat mencakup penurunan volume tersebut
terhadap waktu, penurunan sejumlah tipe tertentu pohon, atau penurunan
panen produk hutan non-kayu seperti buah atau kacang, demikian menurut
penelitian.
Faktor kedua adalah keragaman hayati – menjadi penting
karena rentang besar tanaman, serangga, binatang, jamur dan makhluk
hidup lain memainkan peran krusial dalam hutan tropis, seperti sebaran,
penyerbukan, kontrol penyakit dan dekomposisi, kata penulis.
Fungsi-fungsi ini seringkali terkait dengan dukungan barang dan jasa
ekosistem.
Pengelola lahan dapat mengukur keragaman hayati dengan
memantau perubahan vegetasi dan spesies penting tertentu, termasuk
serangga dan burung. Mereka juga bisa melacak fragmentasi hutan,
degradasi hutan jenis tertentu bisa mengakibatkan hilangnya habitat dan
spesies – hewan, burung, serangga atau makhluk lain – yang bergantung
padanya.
Seringkali degradasi lebih jelas – hutan bisa terkoyak
oleh kebakaran atau dikuasai tanaman atau serangga invasif eksotis yang
mengancam spesies asli. “Gangguan tidak biasa,” ini bisa didorong oleh
perubahan iklim, yang menjadi kriteria ketiga.
Hutan tidak hanya
sumber produk, tetapi juga melindungi tanah dan menjaga kelembaban
dengan mengatur aliran air dalam sebuah ekosistem, melepaskan air ke atmosfer melalui daun, dalam proses yang dikenal sebagai evapotranspiration, dan mengontorl jalan air merembes ke tanah.
Peneliti
mendisain retensi air sebagai kriteria ketiga dan merekomendasikan
pemantauan tipe degradasi ini dengan mengukur erosi tanah dan kuantitas
air.
Kriteria kelima dalam mendefinisikan degradasi hutan
mencerminkan peran kunci yang dimainkan hutan tropis sebagai penyimpan
karbon, karena hutan menyimpan sekitar separu stok karbon dunia dalam
pohon hidup dan mati serta tanah.
Degradasi dari fragmentasi
hutan, sebuah penurunan ukuran pohon atau dalam jumlah spesies dalam
hutan dapat melepaskan karbon dan mengurangi akumulasi masa depan karbon
di hutan. Peneliti merekomendasikan pemantauan baik karbon tersimpan
dan kehadiran spesies pohon padat, yang menyimpan sebagian besar karbon
di atas permukaan, dalam hutan.
Untuk semua kriteria, kunci
pemantauan terletak pada batas dasar yang terpercaya, atau tingkat
rujukan, menghadapi degradasi yang ingin diukur, kata Guariguata.
Walaupun “standar emas” terdapat pada hutan tua, ia mengingatkan bahwa
pohon sendiri tidak menjadikan hutan fungsional.
“Anda bisa
memiliki hutan cantik, tua, tetapi tidak ada binatang, akibat perburuan
berlebihan,” katanya. Dari titik pandang struktur hutan, hutan tidak
terdegradasi, tetapi tidak ada benih tersebar, spesies bermain atau
herbivora, dan hal ini akan memberi dampak pada struktur hutan.”
Satu
bahaya – dan satu alasan mengapa peneliti menarik kriteria untuk
mengukur degradasi – adalah bahwa pengambil kebijakan bisa tergoda untuk
menghapus hutan ketika terdapat penebangan atau aktivitas lain, dengan
beralasan karena hutan sudah “terdegradasi,” dan tidak lagi mampu
melayani tujuan jangka panjang.
Hal ini dapat memuluskan jalan
pembersihan untuk jalan, bangunan, pertanian atau aktivitas lain yang
lebih jauh mengancam keselamatan hutan, kata Guariguata.
“Ada
pandangan bahwa jika kita bilang sebuah hutan terdegradasi, hutan ini
tidak bagus,” kata Ian Thompson, ilmuwan peneliti ekologi hutan Canadian
Forest Service yang menjadi penulis pembantu laporan tersebut. “Jika
kita menggunakan praktik penebangan yang baik untuk mendapatkan kayu,
hal ini tidak akan sama dengan hutan tua, tetapi akan tetap menjadi
hutan produktif. Kami ingin menjelaskan miskonsepsi ini dan menunjukkan
bahwa terdapat banyak dimensi degradasi.”
Dengan kata lain, hutan
terkelola baik, mempertimbangkan semua kriterai, bisa secara setara
menjadi acuan dasar, kata Thompson menambahkan
sumber : http://blog.cifor.org/20709/degradasi-saat-hutan-tak-lagi-berupa-hutan
sumber : http://blog.cifor.org/20709/degradasi-saat-hutan-tak-lagi-berupa-hutan
0 komentar:
Posting Komentar